Yayi mengagumi 30 juz Al Quran dan terjemahan berbahasa Cina yang dipahat rapi di dinding kayu masjid.
Bagian mihrab Masjid Xian dan karpet birunya yang adem
XIAN, CINA
“Antum tatakallam arabiah”, tanya sebuah suara berbahasa Arab di belakang kami. Kupingku bagai berdiri mendengarnya. Kami sedang berada di tengah pasar tradisional di Xian, salah satu kota tertua di Cina. Bagaimana mungkin? Kontan aku membalikkan badan dengan penasaran. Seorang pemuda Cina berambut lurus pendek dengan mata sipit tersenyum. Arti pertanyaannya adalah: apakah aku bisa bahasa Arab. “Naam, atakallam arabiah”, sahutku mengiyakan sambil terheran-heran kok bisa orang mirip Jet Li ini bisa bahasa Arab. Matanya berbinar-binar mendengar jawabanku.
Pemuda berumur 20-an tahun yang dipanggil Ali ini adalah satu dari ribuan penduduk Xian yang beragama Islam. Dia kebetulan tamatan sebuah madrasah yang mengajarkan bahasa Arab. Dengan pertolongan dia kami menemukan Masjid Agung Xian yang dikepung labirin lorong pasar. Dengan bantuan dia pula aku dan Yayi bisa mendapat tur khusus sampai masuk dan shalat di dalam masjid unik ini. Seorang bapak tua tinggi besar berjenggot lebat menjaga pintu masjid dan menyetop semua turis yang ingin masuk, termasuk kami. Tapi begitu Ali menjelaskan kami Muslim, senyum lebarnya merekah. Dengan sebuah “Assalamualaikum”, kami diterima bagai saudara. Walau bisa masuk, Yayi tetap harus shalat di tempat khusus perempuan, di bangunan terpisah. Sementara turis lain melihat kami dengan iri karena mendapat previlege ini.
Masjid Xian adalah sebuah karya arsitektur indah hasil campuran bangunan tradisional Cina yang beratap melentik-lentik dengan sentuhan Islam. Kompleks ini punya beberapa gapura dan courtyard yang memanjang mengarah ke bangunan masjid. Kalau tidak membaca ada tulisan Arab dan melihat mihrab, sulit membedakan masjid ini dengan pagoda. Uniknya lagi, masjid tua ini terbuat dari kayu, seluruh dinding dalam berukirkan ayat Al-Quran 30 juz. Sementara dinding bagian bawah bertuliskan terjemahan Al-Quran, tentu dengan huruf Cina juga.
Gerbang Masjid Xian
Sehabis aku menunaikan shalat jama’ takdim Zuhur dan Ashar, Ali dengan bersemangat mengajak kami melihat pekarangan masjid yang luas. Tidak hanya itu, “Ziarah ila baitii ya Ahmad?”, ucapnya mengundang kami ke rumahnya. Jadilah sore itu sebuah pengalaman yang sungguh spesial: menjadi tamu sebuah keluarga Xian, yang beretnis cina, beragama Islam dan bisa berbahasa Arabnya. Kami dijamu ibunya yang hanya bisa ngomong Cina bagai keluarga dekat dengan teh khas cina yang diseduh hangat-hangat dan mengepul harum, secawan manisan buah, sepiring kacang maroni, dan sebuah film dari VCD yang memperlihatkan perkawinan kakak perempuan Ali dalam adat Cina Islam.
Sebelum pamit, aku sempat meminta alamat dan nomor telpon kepada Ali yang sudah haji ini, agar nanti bisa saling kontak. Dia menyodorkan sebuah kertas yang bertuliskan alamat lengkap. Tapi semuanya dalam karakter Cina. Entah bagaimana nanti aku menulis surat kepadanya.
Tempat yang penting dikunjungi di Xian (bagian ini ditulis Yayi): Banyak orang yang menjadikan Xi’an sebagai tempat transit sejenak sebelum melanjutkan perjalanan mereka melihat Army of Terracota Warrior. Padahal XI’an merupakan salah satu kota kuno terpenting dunia. Xi’an merupakan awal/akhir perjalanan Silk Road yang terkenal itu. Makanya tak heran di sinilah menurut sejumlah literatur asal muasal Islam masuk ke Cina.
Secara umum, tourist attraction di Xi’an dapat dibagi menjadi dua, yaitu tempat-tempat di dalam (inside) City Walls dan di luar (outside) City Walls. Ada banyak tempat yang bagus untuk dikunjungi, tempat-tempat yang saya tuliskan di bawah ini adalah tempat-tempat yang must-see sites.
Inside City Walls
1. City Walls — Tembok kota Xi’an hanyalah satu dari segelintir tembok kata yang masih tegak berdiri secara utuh. Tembok yang berdiri saat ini merupakan peninggalan dinasti Ming, yang dibangun sekitar tahun 1300an. Mungkin karena sejak kecil saya sering menonton film-film silat yang salah satu adegannya adalah perang dimana para prajurit kota berusaha menghadang musuh untuk memasuki tembok kata, jadi tanpa sadar sudah ada obsesi dari kecil bahwa kalau suatu saat saya berkesempatan pergi ke Cina, saya harus naik ke tembok kota dan re-live the moment. Dan beruntung untuk saya karena City Walls Xi’an ini dapat kita naiki dan bahkan kita bisa mengelilinginya. Optionnya bisa dengan jalan kaki (sekitar 4 jam), naik sepeda (sekitar 1-2 jam) dan menyewa “becak” Cina. Kami memilih pilihan ke-2, karena kebetulan kaki saya sudah terlalu capek untuk berjalan setelah beberapa hari sebelumnya diajak berkeliling Shanghai. Selain itu karena udara dan angin dingin yang menusuk kulit (saat itu mendung pula sehingga suhu udara hanya berkisar 8-10 derajat Celcius saja), kami rasa bersepeda adalah pilihan yang tepat.. dan ternyata kami tidak salah karena selain kami bisa mengurangi beban kaki, bersepeda juga memungkinkan kita untuk berhenti kapan saja dan dimana saja kita mau, tentunya untuk memotret dan menghidupkan lagi image-image adegan perang di film silat yang saya tonton ketika jaman SD dulu.
2. Drum Tower dan Bell Tower — Seperti di kota-kota kuno penting lainnya di Cina (seperti di Beijing misalnya), kedua tower ini umumnya wajib ada. Bell Tower terletak persis di tengah-tengah atau pusat kota Xi’an. Jadi kalau kita berdiri di tower ini kita bisa melihat ke-4 penjuru Xi’an yang dibatasi oleh City Walls tadi. Di Bell Tower ini dulunya digantung sebuah lonceng besar yang dibunyikan saat fajar datang, sementara di Drum Tower yang letaknya hanya sekitar 200 meter dari Bell Tower, setiap senja drum besar akan dimainkan. Ini gunanya sebagai tanda waktu matahari terbit dan terbenam, mungkin karena ketika dibangun di abad 1500 belum dikenal jam.
3. Muslim Quarter — Letaknya persis di belakang atau di sebelah utara Drum Tower. Di sinilah sejak beberapa ratus tahun yang lalu suku minoritas Hui yang beragama Islam menetap. Dari semua guide book keluaran Barat yang saya baca, semuanya merekomendasikan Muslim Quarter sebagai tempat makan dan tempat belanja yang lively dan murah meriah. Sementara alasan utama kami adalah menikmati “keajaiban” adanya beradaban Muslim di negara Cina. Semakin malam, “kehidupan” di Muslim Quarer ini makin vibrant, mulai dari yang berjualan mainan anak-anak, menjual buah, kacang-kacangan, suvenir sampai tempat-tempat makan yang selalu penuh dengan pengunjung. Buat kami yang paling utama adalah perasaan tenang karena untuk pertama kalinya semenjak menginjakkan kaki di Cina, kami tidak perlu berpikir mau makan apa dan dimana, karena semua tempat makan di sini ditanggung halal (Yippeee!!) dan tentunya murah meriah..
4. Great Mosque — rasanya tidak perlu saya jelaskan lagi, karena Abang sudah menjelaskan panjang lebar di atas. Satu yang unik adalah menemukan mesjid ini ditengah labirin toko-toko suvenir di Muslim Quarter. Tapi kalau saya pikir-pikir, seandainya mesjid raya ini gampang kita temukan, tentunya pengalaman unik bertemu Ali dan keluarganya tidak akan pernah kita alami.
Outside City Walls
- Army of Terracotta Warrior — Tempat inilah yang menjadikan Xi’an banyak dikunjungi orang lagi setelah sebelumnya terlupakan. Ini semuanya berkat temuan tidak sengaja seorang petani yang berniat menggali sumur di tahun 1974. Yang dia temukan bukanlah air, malah ruang bawah tanah. Sejauh ini ditemukan lebih dari 7000 army yang dibuat dari tanah liat dengan ukuran tubuh manusia sebenarnya dari 3 pit yang ada. Semuanya berada dalam formasi siap untuk berperang, sesuai peran masing-masing, siaga dalam formasi barisan lengkap dengan kereta kuda, tameng dll, ada yang sedang berdiskusi strategi perang di ruang dalam, ada juga yang sedang berdoa demi suksesnya perang. Yang benar-benar bikin kita berdua jaw-dropped adalah fakta bahwa ini semua dibuat atas perintah seorang raja yang bernama Qing Shi Huang, yang ingin dalam kuburannya disiapkan pasukan terracotta. Kita berdua tidak habis berpikir, kok ada raja selalim itu ya..
- Big Goose Pagoda — Buat kami berdua, yang spesial dari Pagoda ini bukanlah Pagodanya itu sendiri. Yang membuat kami akan selalu ingat akan tempat ini adalah 2 hal. Pertama karena di halaman depan Big Goose Pagoda terdapat dancing fountain show yang menurut sejumlah guide book adalah yang terbesar di Asia. Pertunjukan ini bisa dinikmati siapa saja secara gratis setiap malam. Show dimulai jam 8 malam saat musim dingin, sementara saat musim panas, lebih malam lagi, sekitar jam 8.30 atau jam 9, dan berlangsung selama setengah jam. Yang kedua adalah kesenangan kami menonton para lokal memainkan kuas mereka membuat kaligrafi di lantai batu pelataran Pagoda. Uniknya yang asik membuat kaligrafi bukan saja para orang tua, tapi juga anak-anak muda. Modal mereka cuma kuas besar dan seember air. Satu hal yang kami belajar dari orang Cina, adalah rasa kagum karena ternyata mereka memang benar-benar mencintai budaya leluhur mereka.
- Tomb atau kuburan para raja. Di sekitar Xian, terdapat ratusan kuburan para raja dari berbagai dinasti. Jadi kalau tertarik jadi Indiana Jones atau dulunya anak arkelogi atau antrop silakan persiapkan waktu untuk pergi ke salah satu tomb. Sayangnya karena waktu kita di Xian singkat kita tidak berkunjung ke salah satu tomb, jadi maaf tidak bisa kasih rekomendasi yang akurat. Singkatnya, banyak bangunan bersejarah yang bisa dinikmati di Xian yang berumur lebih dari 3000 tahun ini. Kota ini jauh lebih tua dari Beijing dan pernah menjadi ibu negara berbagai dinasti Cina.
Tempat makan: Muslim Quarter. Di jalan sepanjang sekitar 500meter ini disesaki berbagai rumah makan. Semua makanan di daerah ini halal. Di pintu setiap restoran tertulis jelas, matham islamy, artinya rumah makan Islam. Makanan lezat mulai dari sate kambing sampai sop daging bisa disantap dengan harga murah. Selain itu, tidak sulit menemukan restoran halal di berbagai tempat di kota seperti Xian, Beijing dan Shanghai,
Penginapan: Kami menginap di Xian Youth Hostel, terletak di dekat Watson’s, sekitar 500 meter dari Bell Tower dan Muslim Quarter. Bagi yang traveling sebagai couple, tempat ini pas, karena punya kamar untuk berdua. Sementara yang traveling sendiri atau berombongan, tempat ini punya kamar untuk sampai 6 orang. Pemesanan melalui internet. Staff sangat friendly dan bisa berbahasa Inggris dengan baik.
Transportasi: Cara paling gampang adalah dengan taksi. Tarifnya murah, sekali naik sekitar 6 yuan. Tapi taksi tiba-tiba penuh begitu rush hour dan weekend. Naik bus umumnya yang bersih juga boleh dicoba, tarifnya 2 yuan ke hampir semua tujuan, asal tahu tempat berhentinya. Sementara untuk melihat objek wisata seperti Terracotta Warriors yang terletak sekitar 1 jam dari Xian, sebaiknya menggunakan tur yang disediakan dihampir semua hotel. Biasanya kita dijemput pagi dan diantar kembali menjelang sore. Tur ini sudah termasuk guide berbahasa Inggris, tiket masuk, dan jalan-jalan tambahan ke workshop pengrajin tembikar.
Waktu kami traveling: Pertengahan November 2008. Waktu yang disarankan 2-3 hari. Satu hari penuh sudah habis mengunjungi Terracotta Warriors. Sisanya untuk melihat objek di kotanya.
Perkiraan biaya: Akomodasi, makan, transportasi, oleh-oleh, dll. Bagian ini akan diisi oleh Yayi nanti
Kurs: I yuan sama dengan 1500 rupiah
Suhu: Sekitar 15-20 derajat celcius. Cukup dingin buat kebanyakan orang Indonesia. Jadi kalau traveling di waktu ini, siapkan jaket.
Fuadi dan Yayi